KisahCinta Sejati Ibu dan Anak. Sinopsis : Sebut saja nama saya Guo Jing. Saya adalah seorang lelaki peranakan Chinese. Kegemaran saya akan cerita-cerita sedarah bermula dari hobi saya browsing di Internet. Pertama kali, seperti halnya anak muda, saya tertarik dengan film-film dewasa. AnisTeng! Jam dinding berdentang satu kali. Malam semakin larut, tapi Anis masih duduk di ruang tengah. Sejak tadi matanya sulit terpejam. Baru beberapa jam yang lalu Ibu Mas Iqbal, suaminya, menelepon, “Nis, Alhamdulillah, barusan ini keponakanmu bertambah lagi…” suara ibu terdengar sumringah di ujung sana.“Alhamdulillah… laki-laki atau perempuan, Bu?” Anis tergagap, kaget dan senang. Sudah seminggu ini keluarga besar Mas Iqbal memang sedang berdebar-debar menanti berita Dini, adik suaminya, yang akan melahirkan.“Laki-laki. Cakep lho, Nis, mirip Mas-mu waktu bayi” Ibu tertawa bahagia. Dini memang adik yang termirip wajahnya dengan Mas Iqbal.“Selamat ya, Bu, nambah cucu lagi. Salam buat Dini, Insya Allah besok pulang kerja, Anis dan Mas Iqbal akan jenguk ke rumah sakit.” janji Anis sebelum menutup pembicaraan dengan Ibu yang sedang menunggu Dini di rumah menutup telepon, Anis termenung sesaat. Ia jadi teringat usia pernikahannya yang telah memasuki tahun ke lima, tapi belum juga ada tangis si kecil menghiasi rumah mereka. Meskipun demikian ia tetap ikut merasa sangat bahagia mendengar berita kelahiran anak kedua Dini di usia pernikahan mereka yang baru tiga tahun.“Kok melamun?!” Mas Iqbal yang baru keluar dari kamar mandi mengagetkannya. Ia memang pulang agak malam hari ini, ada rapat di kantor katanya. Air hangat untuk mandinya sempat Anis panaskan dua kali tadi.“Mas, ibu tadi mengabari, Dini sudah melahirkan. Bayinya laki-laki,” cerita Anis.“Alhamdulillah… Dila sudah punya adik sekarang,” senyum Mas Iqbal sambil mengeringkan rambutnya, tapi entah mengapa Anis menangkap ada sedikit nada getir dalam suaranya. Anis menepis perasaannya sambil segera menata meja menyiapkan makan Isya’an bersama, Mas Iqbal segera terlelap, seharian ini ia memang lelah sekali. Anis juga sebenarnya agak lelah hari ini. Ia memang beruntung, selepas kuliah dan merasa tidak nyaman bekerja di kantor, Anis memutuskan untuk membuat usaha sendiri temannya yang seorang notaris, akhirnya Anis mendirikan perusahaan kecil-kecilan yang bergerak di bidang design interior. Anis memang berlatar pendidikan bidang tersebut, ditambah lagi ia punya bakat seni untuk merancang sesuatu menjadi indah dan menarik. Bakat yang selalu tak lupa seiring dengan kemajuan dan kepercayaan yang mereka peroleh, perusahaannya sedikit demi sedikit mulai dikenal dan dipercaya masyarakat. Tapi Anis merasa itu tidak terlalu melelahkannya, semua dilakukan semampunya saja, sama sekali tidak memaksakan diri, malah menyalurkan hobi dan bakatnya merancang dan mendesign sesuatu sekaligus mengisi waktu sebabnya sesekali saja Anis agak sibuk mengatur ketika ada pesanan mendesign yang datang, selebihnya teman-teman yang mengerjakan. Waktu Anis terbanyak tetap buat keluarga, mengurus rumah atau masak buat Mas Iqbal meski ada Siti yang membantunya di rumah, menurutnya itu tetap pekerjaan nomor tahun pernikahan adalah bukan waktu yang sebentar. Awalnya Anis biasa saja ketika enam bulan pertama ia tak kunjung hamil juga, ia malah merasa punya waktu lebih banyak untuk suaminya dan merintis kariernya. Seiring dengan berjalannya waktu dan tak hentinya orang bertanya, dari mulai keluarga sampai teman-temannya, tentang kapan mereka menimang bayi, atau kenapa belum hamil juga, Anis mulai saran dari banyak orang, Anis mencoba konsultasi ke dokter kandungan. Seorang dokter wanita dipilihnya. Risih juga ketika menunggu giliran di ruang tunggu klinik, pasien di sekitarnya datang dengan perut membuncit dan obrolan ringan seputar kehamilan mereka. Atau ketika salah seorang diantara mereka bertanya sudah berapa bulan kehamilannya.“Saya tidak sedang hamil, hanya ingin konsultasi saja” senyum Anis sabar meski dadanya berdebar, sementara Mas Iqbal semakin pura-pura asyik dengan korannya. Anis bernafas lega ketika dokter menyatakan ia sehat-sehat saja. Hindari stress dan lelah, hanya itu berlalu. Di tengah kebahagiaan rumah tangganya, ada cemas yang kian mengganggu Anis. Kerinduan menimang bayi semakin menghantuinya. Sering Anis gemas melihat tingkah polah anak-anak kecil disekitarnya, dan semakin bertanya-tanya apa yang terjadi dengan dirinya. Setelah itu mulailah usaha Anis dan suaminya lebih gencar dan serius mengupayakan Anis menangis ketika semakin gencar pertanyaan ditujukan padanya atau karena cemas yang kerap mengusik tidurnya. Mas Iqbal selalu sabar menghiburnya, “Anis, apa yang harus disedihkan? Dengan atau tanpa anak, rumah tangga kita akan berjalan seperti biasa. Aku sudah sangat bahagia dengan apa yang ada memang tahu kapan Anis sedang mendalam sedihnya dan harus dihibur agar tidak semakin larut dalam kesedihan. Di saat-saat seperti itu memang cuma suaminya yang paling bisa menghiburnya, tentu saja disamping do’a dan berserah dirinya pada Tuhan. Kadang Anis heran kenapa Mas Iqbal bisa begitu sabar dan tenang, seolah-olah tidak ada apapun yang Anis juga bukan selalu berada dalam kondisi sedih seperti itu. Sesekali saja ia agak terhanyut oleh perasaannya, biasanya karena ada faktor penyulutnya, yang mengingatkan ia akan mimpinya yang belum terwujud itu. Selebihnya Anis bahagia saja, bahkan banyak aktivitas atau prestasi yang juga tidak pernah menyalahkan teman-temannya kalau ketika sesekali bertemu obrolan banyak diisi tentang anak dan seputarnya. Buatnya itu hal biasa, usia mereka memang usia produktif. Jadi wajar saja kalau pembicaraan biasanya seputar pernikahan, kehamilan, atau perkembangan anak-anak mereka yang memang semakin lucu dan menakjubkan, atau cerita lain seputar kadang-kadang, sesekali ketika Anis sedang sedih, rasanya ia tidak mau mendengar itu dulu. Anis senang juga jika ada yang berusaha menjaga perasaannya diwaktu-waktu tertentu, dengan tidak terlalu banyak bercerita tentang hal tersebut, bertanya, atau malah menyemangati dengan do’a dan dukungan agar sabar dan yakin akan datangnya si kecil menyemarakkan rumah tersadar dari lamunannya. Diminumnya segelas air dingin dari lemari es. Sejuk sekali. Meskipun malam tapi udara terasa pengap. Anis meneruskan tidurnya. Dalam lelap ia bermimpi bermain bersama beberapa gadis kecil. Senang sekali.***Siang keesokan harinya, Anis sedang merancang sebuah ruang pameran di kantornya. Ada festival Islam yang akan digelar, mungkin karena tidak banyak designer interior berjilbab rapi seperti Anis, ia dipercaya merancangnya. Ketika sedang mencorat-coret gambar, Fitri mengejutkannya, “Mbak Anis, ada tamu yang mau bertemu.“Dari mana, Fit?” tanya Anis.“Katanya dari Yayasan Amanah, mbak, tanya soal aplikasi mbak Anis bulan kemarin.”“Oh itu. Iya deh, saya ke depan sepuluh menit lagi.” jawab berbincang-bincang dengan tamunya, akhirnya Anis menyepakati mengangkat salah satu anak yatim yang diasuh yayasan tersebut sebagai putra asuhnya. Namanya Safiq. Anis memang selalu menyisihkan rezekinya untuk mereka yang membutuhkan. Dan kali ini, ia berniat untuk menyantuni dan mengasuh Safiq seperti anaknya sendiri, itupun setelah dimusyawarahkan dengan mulai saat itu, Safiq yang berusia 12 tahun, tinggal bersama Anis dan anak’, membawa banyak hikmah bagi Anis. Ia jadi semakin teliti dan perhatian. Apapun kebutuhan Safiq berusaha ia penuhi. Mulai dari baju hingga mainan, juga kebutuhan sekolah bocah itu yang tahun depan mau masuk SMP. Anis juga mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada Safiq, hingga mas Iqbal yang merasa tersisih, sempat melayangkan protes sambil bercanda, Hmm, gimana kalau punya anak beneran ya, bisa-bisa aku nggak boleh tidur di cuma tertawa menanggapinya. Ah, mas bisa aja. dia mencubit pinggang laki-laki itu. Dan selanjutnya merekapun bergumul di ranjang untuk memuaskan satu sama lain, sambil berharap persetubuhan kali ini akan membuahkan paginya, seperti biasa, Anis menyiapkan sarapan bagi Safiq. Tidak terasa, sudah hampir tiga bulan bocah itu tinggal bersamanya. Dan Anis merasa senang sekaligus bersyukur, karena pilihannya ternyata tidak salah, Safiq sangat pintar dan baik. Anak itu tidak nakal, sangat menurut meski agak sedikit Fiq? tanya Anis menanyakan sebabnya saat mereka sarapan bersama. Saat itu mas Iqbal sudah berangkat ke kantor, sedangkan Safiq masuk itu terdiam, hanya jari-jari tangannya yang bergerak memainkan bulatan bakso di atas nasi apa-apa, ngomong saja sama Umi. kata Anis. Dia memang menyuruh Safiq untuk memanggilnya dengan panggilan Umi sedangkan untuk mas Iqbal nggak, Mi. Safiq masih tampak menatapnya. Di usianya yang baru beranjak remaja, bocah itu terlihat tampan. Kalau besar nanti, pasti banyak gadis yang akan terpikat kepadanya. Umi nggak akan marah. kata Anis lagi, penuh dengan menggeleng, dia menundukkan kepalanya semakin Anis pun mendekatinya. Tidak apa-apa kalau kamu nggak mau bilang, umi nggak akan maksa. Dipeluknya bocah kecil itu, diletakkannya kepala Safiq di atas gundukan buah dadanya. Ia biarkan Safiq menangis di kalau Umi sudah membuatmu takut. ucap Anis penuh nada penyesalan, ia memang tidak berharap perbincangan ini akan berakhir seperti mereka berpelukan, hingga Anis merasa tangis Safiq perlahan mereda dan akhirnya benar-benar berhenti. Ia sudah akan melonggarkan dekapannya saat merasakan sesuatu yang lembut mengendus dan menyundul-nyundul pelan buah dadanya. Ah, Safiq! Apa yang kamu lakukan? Anis memang cuma mengenakan daster longgar saat itu, hanya saat keluar rumah atau ada tamu pria, ia mengenakan Anis melirik ke bawah, dilihatnya si bocah yang kini berusaha mencium dan menyusu ke arah buah dadanya. Safiq! Anis menegur, tapi dengan suara dibuat selembut mungkin, takut membuat bocah itu kembali mengkerut. Padahal dalam hati, Anis benar-benar mengutuk aksinya yang sudah kurang mendongakkan kepala, M-maaf, Mi. suaranya parau, sementara tubuhnya gemetar tega, Anis segera memeluknya kembali. Tidak apa-apa, tapi jangan diulang lagi ya. Itu tidak boleh. ia membelai rambut Safiq penuh rasa mengangguk. Maaf, Mi. Safiq cuman pengen tahu gimana rasanya terkejut, Emang kamu belum pernah? tanyanya tak kan yatim piatu dari kecil, Mi. Jangankan nenen, siapa ibu Safiq aja nggak ada yang tahu. Safiq ditinggal di depan pintu yayasan. jawab bocah itu dengan meneteskan air mata mendengarnya, ia mendekap dan mengelus kepala Safiq lebih erat lagi. Setelah terdiam cukup lama, Anis akhirnya membuka suara, Bener kamu pengen nenen? tanyanya dengan suara berat. Keputusan sudah ia ambil, meski itu awalnya begitu menganggukkan ya, cuma nenen? tanya Anis sambil memandang Mi. angguk Safiq jangan ceritakan ini sama orang lain, termasuk pada Abi. Karena anak sebesar kamu sudah tidak seharusnya nenen pada Umi, ini tidak boleh. Tapi karena kasihan, Umi terpaksa mengabulkannya. terang Anis, terbersit nada getir dalam Mi. Safiq janji. kata bocah kecil dengan perlahan Anis pun menurunkan dasternya hingga buah dadanya yang besar terlihat jelas. Meski masih tertutup BH, benda itu tampak begitu indah. Ukurannya yang di atas rata-rata membuatnya jadi tampak sesak. Anis segera membuka cup BH-nya, tanpa ada yang menyangga, bulatan kembar itupun terlontar dengan kerasnya hingga sanggup membuat mata bulat Safiq makin melotot Safiq memanggil, tapi pandangannya sepenuhnya tertuju pada area dada sang ibu angkat yang kini sudah terbuka lebar, siap untuk ia katanya mau nenen? kata Anis sambil menarik salah satu bulatan payudaranya ke depan, memberikan putingnya yang merona merah pada ada benda mulus menggiurkan yang mendekat ke arah mulutnya, Safiq pun membuka bibir, dan mencaplok puting Anis dengan perlahan, Ahm… lenguh mereka berdua hampir bersamaan. Anis kegelian karena ada lidah basah yang melingkupi ujung payudaranya, sedangkan Safiq merasa nikmat mendapat benda yang selama ini ia jangan keras-keras, Fiq. Sakit! desis Anis di sela-sela jilatan sang anak angkat. Ia mulai merasa merinding, jilatan Safiq mengingatkannya pada mas Iqbal, yang biasa melakukannya sebelum mereka tidur. Meski aksi Safiq terasa agak sedikit kaku, tapi sensasi dan rasanya tetaplah itu, Safiq dengan tak sabar dan penasaran terus menyusu. Mulutnya dengan liar bermain di gundukan payudara Anis. Tidak cuma yang kiri, yang kanan juga ia perlakukan sama. Kadang Safiq malah membenamkan wajahnya di belahan payudara Anis yang curam, dan membiarkan mukanya dikempit oleh bulatan kenyal itu, sambil tangannya mulai meremas-remas Fiq. rintih Anis mulai tak sadar. Ia menekan kepala bocah itu, berharap Safiq mempermainkan payudaranya lebih keras yang gelagapan berusaha mencari udara, digigitnya salah satu puting Anis hingga umi-nya itu menjerit Fiq! Apaan sih, sakit tahu! Anis mendelik marah, tapi melihat muka Safiq yang memerah dan nafasnya yang ngos-ngosan, iapun akhirnya mengerti. Eh, maaf. Umi nggak apa-apa, Mi. Safiq tersenyum, kedua tangannya masih hinggap di dada Anis dan terus meremas-remas ringan kamu suka? tanya Anis sambil membelai kepala Safiq penuh rasa bocah mengangguk, Iya, lagi? tanya mengangguk, senyumnya terlihat semakin begitu, ayo sini. Anis pun menarik kepala bocah itu dan ditaruhnya kembali ke atas gundukan sampai siang, Safiq terus menyusu di bongkahan payudara Anis, sang ibu angkat yang masih berusia muda, tidak lebih dari 30 tahun. Dengan payudara yang masih mulus sempurna, Safiq benar-benar dimanjakan. Ia menjadi bocah yang paling beruntung di dunia. Sementara Anis juga merasa senang karena kini ia menjadi semakin intim dan akrab dengan sang putra angkat yang sangat ia sayangi.***Rutinitas itu terus berlangsung. Kapanpun dan dimanapun Safiq ingin, asal tidak ada orang -terutama mas Iqbal- Anis dengan senang hati menyusuinya. Dan seperti yang sudah dijanjikan, Safiq memang tidak pernah meminta lebih. Bocah itu cuma meremas dan menghisap, tidak macam-macam. Ditambah lagi, sama sekali tidak ada nafsu ataupun birahi dalam setiap jilatannya, Safiq benar-benar murni melakukannya karena pengen semua itu berubah saat Safiq naik ke jenjang SMP…Umur yang bertambah membuat pikiran bocah itu semakin berkembang. Dari yang semula cuma nenen biasa, kini berubah menjadi jilatan mesra yang sangat lembut namun sangat menggairahkan. Remasan bocah itu juga semakin bervariasi; kadang keras, kadang juga lembut. Kalau menghisap puting yang kiri, Safiq memijit dan memilin-milin yang kanan, begitu pula bukannya tidak mengetahui hal itu. Ia sudah bisa menebaknya saat melihat penis Safiq yang sedikit ereksi saat mereka sedang melakukan ritual itu. Tapi Anis pura-pura tidak tahu dan mendiamkannya saja. Toh Safiq juga tidak berbuat macam-macam, anak itu tetap sopan’. Malah Anis yang panas dingin, itu karena ukuran penis Safiq yang saat ini sudah melebihi punya mas Iqbal, padahal usia bocah itu masih sangat saat membangunkan Safiq untuk sholat subuh, Anis disuguhi pemandangan baru lagi. Saat itu Safiq masih tertidur lelap, tapi tidak demikian dengan penisnya. Benda itu sedang berdiri dan menjulang begitu tegarnya. Sempat Anis terpana dan terpesona untuk beberapa saat, tapi setelah bisa menguasai diri, ia segera membangunkan sang putra, Fiq, ayo sholat cuma menggeliat lalu meneruskan tidurnya. Anis jadi tergoda. Apalagi sekarang di depannya, penis Safiq jadi kelihatan lebih menantang. Ukurannya yang begitu besar membuat Anis tercengang, dengan warna coklat kehitaman dan kepala’ yang masih kelihatan imut Safiq baru bulan kemarin disunat, benda itu jadi terasa seperti magnet bagi hati berdebar dan penuh perhitungan, takut dipergoki oleh sang suami -juga takut bila Safiq tiba-tiba bangun- Anis mulai mengocok benda panjang itu perlahan-lahan. Saat diperhatikannya Safiq tetap tertidur, malah bocah itu seperti menikmatinya -terlihat dari desah nafasnya yang semakin memburu dan tarikan lirih karena terangsang- Anis pun mempercepat sangat bersalah, dengan tergopoh-gopoh Anis segera membersihkannya. Saat itulah, Safiq tiba-tiba terbangun. Eh, umi… gumamnya tanpa tahu apa yang mengelap sisa sperma Safiq ke ujung dasternya, Ayo sholat dulu, sayang. katanya dengan nada suara dibuat senormal mungkin, padahal dalam hati ia sangat memperhatikan cairan putih kental yang berceceran di perutnya. Untuk yang ini, Anis tidak sempat membersihkannya. Ini apa, Mi? Safiq mengambil cairan itu dan mempermainkan di ujung jarinya, lalu mengendusnya ke hidung. Ih, baunya aneh. bocah itu tersenyum, Tidak apa-apa, itu tandanya kamu sudah mulai memandang umi-nya, Dewasa? Safiq nggak ngerti. Maksud Umi apaan? Umi jelaskan, sekarang mandi dulu ya. Anis membimbing putra kesayangannya turun dari menggeleng, Nggak mau ah, Mi. Dingin!Eh, harus. Kalau nggak, nanti badanmu kotor terus. Ini namanya mandi besar. terang besar? tanya Safiq, lagi-lagi tidak iya. Kamu kan belum pernah melakukannya. Ya udah, ayo Umi ajarin. Anis mengajak Safiq untuk beranjak ke kamar ruang tengah, dilihatnya mas Iqbal kembali tidur setelah menunaikan sholat subuh. Sudah kebiasaan laki-laki itu, malam melek untuk sholat tahajud, habis subuh tidur lagi sampai waktu sarapan tiba. Dengan bebas Anis membimbing Safiq masuk ke kamar bajumu, katanya dengan patuh melakukannya. Ia tidak risih melakukannya karena sudah biasa telanjang di depan ibu angkatnya. Tak berkedip Anis memperhatikan penis Safiq yang kini sudah mengkerut dan kembali ke ukuran baca Bismillah, lalu niat untuk menghilangkan hadast besar. kata Safiq baru dapat hadast besar ya? tanya Safiq pada ibu angkatnya yang cantik dengan sabar menjawab, Iya, kamu tadi mimpi enak kan? mengangguk, Iya sih, tapi Safiq sudah lupa ngimpiin masalah, itu namanya kamu mimpi basah. Itu tanda kedewasaan seorang laki-laki. Dan sehabis dapat mimpi itu, kamu harus mandi besar biar badanmu suci lagi. sahut mengangguk mengerti. Terus, selanjutnya apaan, Mi?Selanjutnya… basuh kemaluanmu seperti ini, Anis meraih penis Safiq dan mengguyurnya dengan air. Ajaib, bukannya mengkeret karena terkena air dingin, benda itu malah mendongak kaku dan perlahan kaku dan menegang karena usapan tangan enak… Safiq jadi serba salah, cepat ia menarik tangannya. Eh,Tapi Safiq dengan kuat menahan, Lagi, Mi… enak, pandangan mata yang sayu dan memelas itu, Anis jadi tidak tega untuk menolak. Tapi sebelumnya, ia harus memastikan segalanya aman dulu. Dikuncinya pintu kamar mandi, lalu ia berbisik pada sang putra. Jangan berisik, nanti Abimu bangun. sambil tangan kanannya mulai mengocok pelan batang penis mengangguk. Yang kurang ajar, untuk meredam teriakannya, ia meminta nen pada Anis. Plis, Mi. Safiq nafas -karena merasa dipecundangi- Anis pun memberikan bongkahan payudaranya. Jadilah, di kamar mandi yang sempit itu, ibu serta anak yang seharusnya saling menghormati itu, melakukan hal buruk yang sangat dilarang agama. Safiq menggelayut di tubuh montok ibu angkatnya, sambil mulutnya menyusup ke bulatan payudara dan kental sekali cairan itu, meski tidak seputih yang pertama, tapi pemandangan itu sudah cukup membuat Anis jadi horny. Wanita itu merasakan celana dalamnya jadi basah. Tapi tentu saja ia tidak mungkin menunjukkannya pada Safiq, bocah itu tidak akan mengerti. Jadi cepat-cepat ia bersihkan semuanya, takut mas Iqbal yang sedang tertidur di ruang tengah tiba-tiba bangun dan memergoki ulah Safiq menarik nafas panjang sambil mendesah puas, Terima kasih, Mi. Nikmat banget. Badan Safiq jadi mengangguk mengiyakan. Sudah, sekarang mandi sana. Ulangi semuanya dari tersenyum, dan dengan bimbingan dari ibu angkatnya yang cantik, iapun melakukan mandi wajib saat itu, level permainan mereka jadi sedikit meningkat. Anis tidak cuma memberikan payudaranya, tapi kini juga harus memuaskan Safiq dengan tangannya. Dan si bocah, tampak senang-senang saja menerimanya. Siapa juga yang bakal menolak kenikmatan seperti itu. Dan sampai saat ini, Anis masih belum juga hamil, padahal ia dan mas Iqbal tidak pernah lelah dibuktikan Safiq saat mereka berbincang berdua sambil menunggu mas Iqbal yang bekerja lembur. Berdua mereka duduk di sofa ruang tengah, di depan televisi. Mereka mengobrol banyak, mulai dari sekolah Safiq hingga saat-saat intim mereka berdua yang menjadi semakin sering. Kamu nggak bosen nenen sama Umi?Dengan mulut penuh payudara, Safiq berusaha untuk menjawab, Ehm… enggak, Mi. Susu umi enak banget!Saat aku kocok gini, enak juga nggak? tanya Anis yang tangannya mulai menerobos ke dalam lipatan sarung melenguh pelan saat merasakan jari-jari Anis melingkupi batang kemaluannya dan mulai mengocok pelan benda coklat panjang itu. Hmm, enak, Mi. sahutnya tersenyum, dan melanjutkan aksinya. Terus ia permainkan batang penis sang putra angkat hingga Safiq melenguh kencang tak lama kemudian. Badan kurusnya kejang saat spermanya berhamburan mengotori sarung dan tangan Anis. Mereka terdiam untuk beberapa saat. Anis memperhatikan tangannya yang belepotan sperma, dan selanjutnya mengelapkan ke sarung kasih, Mi. gumam Safiq di sela-sela pelukan mengecup pipinya lalu membimbing anak itu untuk pindah ke kamar, sekarang sudah waktunya untuk tidur. Tapi Safiq tidak langsung beranjak, ia tetap duduk di sofa, sementara Anis sudah berdiri di hadapannya. Safiq menengadah memandangnya dengan tatapan sayu. Dengan nada bergetar, bocah itu berucap, Safiq sayang Umi, sambil mulutnya mendekat untuk mencium kemaluan jadi bingung, mau menolak, tapi takut membuat Safiq kaget dan malu. Dibiarkan, ia tahu apa yang diinginkan bocah kecil itu. Belum sempat menjawab, tangan Safiq sudah menyusup ke balik dasternya untuk mengusap paha Anis dari luar. Dan terus makin ke atas hingga menemukan CD yang membungkus pantat tebakannya itu ternyata salah. Memang Safiq cuma mencium pelan, hanya bagian luar yang dijamah oleh bocah kecil itu. Tapi itu cuma awal-awal saja, karena selanjutnya, saat melihat tidak ada penolakan dari diri Anis, iapun melakukan yang sebenarnya, Safiq mengangkat salah satu kaki Anis ke sandaran sofa hingga kini selangkangan sang ibu angkat terbuka jelas di depan Anis melenguh, tubuh sintalnya mulai bergetar. Ia yang awalnya ingin menolak, kini malah terdiam mematung. Anis pasrah saja saat bibir kemaluannya mulai disentuh oleh Safiq, dari mulai jilatan yang sopan hingga semakin lama menjadi semakin gencar. Akhirnya Anis malah merapatkan kemaluannya ke bibir Safiq dan tanpa sadar mulai menggoyangkan Anis merasakan lidah Safiq semakin kuat menari dan menjelajahi seluruh lekuk kemaluannya. Ia merasakan cairan kewanitaannya semakin deras mengalir seiring dengan rangsangan Safiq yang semakin kuat. Entah darimana bocah itu belajar, tapi yang jelas, jilatan dan hisapannya sungguh terasa yang tidak mengetahui kalau Anis akan mencapai puncak, terus menghisap kuat-kuat disana. “Uuhh…” didengarnya sang ibu angkat melenguh sambil menghentak-hentakkan pinggulnya. Dari dalam lubang surga yang tengah ia nikmati, mengalir deras cairan bening yang terasa agak sedikit kecut. Baunya pesing, seperti bau air Safiq menarik kepalanya, tapi tak urung, tetap saja beberapa tetes air mani itu membasahi mukanya. Diperhatikannya Anis yang saat itu masih merapatkan kaki dengan tubuh mengejang-ngejang pelan. Selanjutnya, tanpa suara, istri Iqbal itu jatuh lunglai ke atas sofa, menindih badan kurus Safiq ke dalam terdiam untuk beberapa saat. Anis berusaha untuk mengatur nafasnya, sementara Safiq dengan polos melingkarkan tangan untuk mengusap-usap bokong bulat Anis yang masih terbuka kamu b-belajar seperti i-itu, Fiq? tanya Anis saat gemuruh di dadanya sedikit mulai memandangnya, Dari Umi, jawabnya ngawur kamu, Umi nggak pernah ngajarin yang seperti itu. sergah Anis sedikit nggak pernah, tapi Umi pernah memintanya. sahut Maksud kamuSafiq pun berterus terang. Kemarin ia memergoki kedua orang tua angkatnya bercinta di ruang tengah, di sofa dimana mereka tengah berpelukan sekarang. Saat itu Anis meminta agar mas Iqbal mengoral kemaluannya, tapi laki-laki itu menolak dengan alasan jijik dan dilarang oleh ajaran agama. Anis memang kelihatan kecewa, tapi bisa sudah salah paham, Fiq, di luar dugaan, bukannya senang, Anis malah terlihat Mi? tanya Safiq menjilat, kamu pasti akan melakukan hal lain, seperti yang kamu tonton kemarin malam. Benar kan? tuduh terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Memang sempat terbersit di hati kecilnya untuk melakukan apa yang sudah diperbuat kedua orang tua angkatnya. Sepertinya nikmat sekali. Sebagai seorang remaja yang baru tumbuh, ia jadi penasaran, dan ingin merasakannya juga. Safiq sama sekali tidak mengetahui kalau itu sangat-sangat dilarang dan tidak ini salah Umi juga. keluh Anis, pelan ia menarik tubuhnya dan duduk di sisi Safiq. Tangan Safiq yang terulur untuk memegangi bongkahan payudaranya, ditepisnya dengan halus. Safiq jadi terdiam dan menarik diri. Anis merapikan bajunya Mi. lirih Safiq dengan muka menunduk, sadar kalau sudah melakukan kesalahan apa-apa. Tapi mulai sekarang, jangan nenen sama Umi lagi, kamu sudah besar. putus Anis sambil bangkit dan beranjak menuju kamar, meninggalkan Safiq sendirian di ruang tengah menyesali kebodohannya.***Esoknya, Anis menyiapkan sarapan dalam diam. Dia yang biasanya ramah dan ceria, hari ini terlihat seperti menanggung beban berat. Mas Iqbal bukannya tidak mengetahui hal itu, tapi dia mengira Anis cuma lagi PMS saja. Tapi setelah ditunggu berhari-hari, dan sang istri tercinta tetap cemberut saja, bahkan cenderung keras hati, iapun mulai apa, Nis? Kuperhatikan, kamu berubah akhir-akhir ini. Ceritakanlah, siapa tahu aku bisa menggeleng, Ah, nggak, Mas. Tidak ada apa-apa, aku cuma lagi capek bekerja terlalu keras. Ingat, kita kan lagi program hamil. Mas Iqbal berusaha untuk tersenyum, Iya, Mas. Dan saat sang suami merangkul lalu mengecup bibirnya untuk diajak menunaikan sunnah rasul, iapun berusaha melayani dengan sepenuh hati. Siapa tahu, dengan begitu ganjalan di relung hatinya bisa cepat harapan tetap tinggal harapan. Bukannya hilang, hatinya malah semakin resah. Apalagi saat melihat Safiq yang mulai menjauhinya. Bukan salah bocah itu juga, Anis juga jarang mengajaknya bicara berdua seperti dulu. Sejak peristiwa di ruang tengah itu, mereka jadi seperti dua orang asing, hanya saat benar-benar perlulah mereka baru bertegur sisi lain, Anis juga seperti kehilangan sesuatu. Penis Safiq yang besar dan panjang terus menghantui pikirannya, juga jilatan dan hisapan bocah itu di atas gundukan payudaranya, dan yang terutama, kuluman Safiq di lubang vaginanya yang sanggup mengantar Anis meraih orgasmenya. Semua itu ia rindukan, meski dalam hati terus berusaha ia mulai meneteskan air mata. Pikirannya kacau, campur aduk antara ingin menolak dan minta ditiduri oleh Safiq. Ada rasa ingin merasakan, tapi juga ada rasa takut akan dosa. Tapi adzan subuh yang berkumandang lekas menyadarkannya, cepat ia menghapus air mata dan mengambil air wudhu. Ia harus benarkah seperti itu?Semuanya berubah saat Anis menerima surat panggilan dari sekolah keesokan harinya. Safiq memberikannya dengan takut-takut, M-maaf, Mi. gagap bocah kecil menjawab, Anis menerimanya dan membacanya di kamar. Siangnya, bersama Safiq, ia pergi ke turun, Bu. Sangat jelek sekali. kata ibu kepala sekolah yang gemuk berusaha untuk tersenyum dan meminta ada masalah di rumah? tanya ibu kepala sekolah. Dulu Safiq itu sangat pintar, salah satu yang terpandai di kelas. Tapi sepertinya sekarang lagi mengalami penurunan sepertinya tidak ada. jawab Anis berbohong, padahal dia sangat tahu sekali apa yang dipikirkan anak angkatnya saya harap ibu membantu kami untuk mengembalikan semangat belajarnya. Kalau begini terus, ia bisa tidak naik kelas. pesan ibu kepala sekolah sebelum mengakhiri pertemuan pun mengucapkan terima kasih dan memohon diri. Dilihatnya Safiq yang meringkuk ketakutan di sampingnya. Dipeluknya bocah kecil itu dan berbisik, Umi tunggu di rumah, belajar yang rajin ya…Safiq mengangguk. Mereka pun berpisah, Anis kembali ke rumah, sementara Safiq meneruskan saat pulang dari sekolah, Safiq mendapati ibunya menyambut di ruang tamu. Wanita itu memeluknya dengan erat. Maafkan Umi, Fiq. Gara-gara Umi, kamu jadi begini. kata Anis lirih sambil berlinang air sempat Safiq berkata, Anis sudah menunduk dan melumat bibirnya dengan lembut. Dicium untuk pertama kali, tentu saja membuat Safiq jadi gelagapan, tapi ia cepat belajar. Saat bibir Anis terus mendecap dan menempel di bibirnya, iapun mengimbangi dengan ganti melahap dan menghisapnya rakus. Dinikmatinya lidah sang bunda yang kini mulai menjelajah di Mi, Safiq melenguh, sama sekali tak menyangka kalau akan diberi kejutan menyenangkan seperti Anis kembali membungkam bibirnya. Diam, Sayang. Umi ingin menebus kesalahan kepadamu. Pelan Anis menarik tangan Safiq dan ditempelkan ke arah gundukan payudaranya. Kamu kangen ini kan? tanyanya sambil tersenyum polos Safiq mengangguk dan mulai meremas-remas pelan. Jari-jarinya memijit untuk merasakan tekstur bulatan yang sangat menggairahkan itu. Seperti biasa, ia tidak bisa mencakup seluruhnya, payudara itu terlalu besar. Safiq bisa merasakan kalau Anis tidak memakai BH, tubuh sintalnya cuma dibalut daster hijau muda yang sangat tipis sehingga ia bisa menemukan putingnya dengan sambil memanggil nama sang bunda, Safiq meneruskan jelajahannya. Ia tarik tali daster Anis ke bawah hingga baju itu turun ke pinggang, menampakkan buah dada sang bunda yang sungguh besar dan menggiurkan. Safiq memandanginya sebentar sebelum lehernya maju untuk mulai mencucup dan menjilatinya, sambil tangannya terus meremas-remas merebahkan diri di sofa, dibiarkannya Safiq menindih tubuhnya dari atas. Bibir bocah itu terus menelusur di sepanjang bukit payudaranya, mulai dari pangkal hingga ujungnya, semuanya dihisap tanpa ada yang terlewat. Beberapa kali Safiq membuat cupangan-cupangan yang membikin Anis merintih merintih keenakan, Anis membimbing salah satu tangan Safiq untuk turun menjamah kemaluannya yang sudah sangat basah. Ia sudah menanti hal ini dari tadi. Sepulang sekolah, Anis berpikir dan merenung, Safiq jadi malas belajar karena perseteruan mereka tempo hari. Maka, untuk meningkatkan kembali semangat bocah kecil itu, inilah yang bisa ia dikira mudah melakukannya. Anis sudah menimbang dengan matang, memikirkan segala resikonya, dan tampaknya memang inilah jalan yang terbaik. Selain bagi Safiq, juga bagi dirinya sendiri. Karena tak bisa dipungkiri, Anis menginginkannya juga, hari-harinya juga berat akhir-akhir ini. Pesona kemaluan Safiq yang besar dan panjang terus mengganggu tidur semua rasa tubuh Anis begitu Safiq mulai memainkan jari di lubang vaginanya. bocah itu menggesek-gesek kelentitnya pelan sebelum akhirnya menusukkan jari ke dalam lubangnya yang sempit dan gelap. Ough, Anis merintih nikmat. Di atas, bibir Safiq terus bergantian menjilati puting kiri dan kanannya sambil sesekali menghisap dan menggigitnya mendorong kepala bocah kecil itu, meminta Safiq untuk beranjak ke bawah. Safiq yang mengerti apa keinginan sang bunda, segera menurunkan ciumannya. Ia jilati sebentar perut Anis yang masih langsing dan kencang sebelum mulutnya parkir di kewanitaan perempuan yang sudah membiayai hidupnya Fiq! Anis meminta sambil membuka kakinya lebar-lebar, memamerkan kemaluannya yang sudah becek memerah pada bocah menelan ludah, memandangi sebentar lubang indah yang terakhir kali dilihatnya sebulan yang lalu itu. Perlahan mulutnya turun saat Anis menarik kepalanya. Safiq menjulurkan lidah dan mulai menciuminya. Ia lumat bibir tipis yang tumbuh berlipat-lipat di tengah permukaannya. Bulu kemaluan Anis yang tercukur rapi juga diciuminya dengan senang Safiq bergerak liar, juga cepat dan sangat dalam. Namun yang membuat Anis tak tahan adalah saat lidah bocah itu masuk diantara kedua bibir kemaluannya sambil menghisap kuat-kuat kelentitnya. Lama tidak bertemu, rupanya Safiq jadi tambah lihai sekarang. Diam-diam Anis bersyukur dalam hati, rupanya ia tidak salah membuat terus memainkan kemaluan Anis. Mulutnya menghisap begitu rakus dan kencang, hingga dalam beberapa menit, membuat sang bunda jadi benar-benar tak tahan. Auw… arghh! Mengejang keenakan, Anis pun berteriak sekuat tenaga sambil mengangkat pantatnya tinggi-tinggi. Kelentitnya yang sedang dijepit oleh Safiq, berkedut kencang saat cairannya menyembur deras membasahi lantai ruang hah, terengah-engah, Anis meremas pelan rambut Safiq yang duduk berjongkok di Mi? tanya bocah kecil itu dengan polos, matanya menatap sang bunda sebelum beralih memandangi selangkangan Anis yang masih mengucurkan sisa-sisa cairan mengangguk, Nikmat banget, Sayang. bisiknya sambil berusaha untuk kemana, Mi? tanya Safiq cepat, takut tidak mendapatkan pindah ke kamar, disini terlalu berbahaya, nanti dipergoki sama tetangga. sahut Anis. Ditariknya tangan sang putra untuk masuk ke dalam rumah. Beriringan mereka menuju kata Anis saat melihat Safiq ingin berbelok ke kiri. Safiq segera memutar langkahnya, kamar mereka memang dalam, tanpa menunggu lama, Safiq segera menelanjangi diri. Begitu juga dengan Anis. Dengan tubuh sama-sama telanjang, mereka naik ke atas tempat tidur. Kamu pengen nenen? tanya Anis sambil mendekap kepala Safiq dan lekas ditaruhnya ke atas gundukan menjawab, Safiq segera mencucup dan menciumi dua benda bulat padat itu. Dihisapnya puting Anis dengan begitu rakus sambil tangannya bergerak meremas-remas pelan. Di bawah, penisnya yang sudah ngaceng berat terasa menyundul-nyundul lubang kelamin ayo masukkan! pinta perempuan cantik itu. Ia membuka pahanya lebar-lebar sehingga terasa ujung penis Safiq mulai memasuki Mi, didorong gini? tanya Safiq polos sambil berusaha menusukkan begitu… oughhh! Anis melenguh, penis Safiq terasa membentur keras, tapi tidak mau masuk. Dengan pengalamannya, Anis bisa mengetahui penyebabnya. Maka dengan cepat ia bangkit berdiri dan meraih penis Safiq, lalu dimasukkan ke dalam Mi! Safiq menjerit, sama sekali tak menyangka kalau sang bunda akan berbuat seperti itu. Dan asyiknya lagi, rasanya ternyata begitu nikmat, lebih nikmat daripada dikocok pake tangan. Safiq mulai mengerang-erang dibuatnya, tubuhnya kelojotan, dan saat Anis menghisap semakin kuat, iapun tak tahan Anis yang sama sekali tidak menyangka kalau Safiq akan keluar secepat itu, jadi sangat kaget. Beberapa sperma si bocah sempat tertelan di mulutnya, sisanya yang sempat ia tampung, lekas ia ludahkan ke Mi. kata Safiq dengan muka memerah menahan nikmat, lelehan sperma tampak masih menetes dari ujung penisnya yang tersenyum penuh pengertian, Tidak apa-apa. Bukan salahmu, sebulan tidak dikeluarkan pasti bikin kamu nggak kelegaan, Safiq menyambut sang bunda yang kini berbaring di sebelahnya. Mereka saling berpelukan dan berciuman. Tapi dasar nafsu remaja, begitu payudara Anis yang besar menghimpit perutnya, sementara paha mereka yang terbuka saling bergesekan, dengan cepat penis Safiq mengencang kembali.“Eh, udah tegang lagi tuh. kata Anis gembira sambil menunjuk penis Safiq yang perlahan menggeliat Mi. Safiq ikut mengocoknya sebentar agar benda itu makin cepat kaku dan menegang. Saat sudah kembali ke ukuran maksimal, ia lekas mempersiapkan diri. Rasanya sudah tidak sabar lubang vaginanya yang gatal dimasuki oleh kemaluan muda itu. Anis memejamkan mata saat Safiq mulai mendekap sambil terus menciumi bibirnya, ia merasakan bibir kemaluannya mulai tersentuh ujung penis si bocah dulu, Anis menjulurkan tangan, sebentar ia usap-usapkan ujung penis Safiq ke bibir kemaluannya agar sama-sama basah, barulah setelah itu ia berbisik, Sudah, Fiq, masukkan sekarang! Anis memberi mulai mendorong. Pelan Anis mulai merasakan bibir kemaluannya terdesak menyamping. Sungguh luar biasa benda itu. Ohh, Anis benar-benar merasakan kemaluannya nikmat dan penuh sesak. Safiq terus mendorong, sementara Anis menahan nafas, menunggu pertautan alat kelamin mereka tuntas dan selesai Anis mendesah tertahan saat penis Safiq terus meluncur masuk, membelah bibir kemaluannya hingga menjadi dua, memenuhi lorongnya yang sempit hingga ke relungnya yang terdalam, sampai akhirnya mentok di mulut rahimnya yang terdiam untuk sejenak, saling menikmati rangsangan kemaluan mereka yang kini sudah bertaut sempurna, begitu erat dan intim. Rasanya sungguh luar biasa. Safiq bergidik sebentar saat merasakan Anis yang mengedutkan-ngedutkan dinding rahimnya, memijit batang penisnya dengan remasan pelan. Safiq membalas dengan kembali mencium bibir dan payudara sang bunda, sambil tangannya tak henti-henti meremas-remas bulatannya yang padat detik berlalu. Saat Anis sudah merasa cukup, iapun meminta Safiq untuk mulai menggerakkan pinggulnya. Pelan-pelan aja, nggak usah buru-buru. Kita nikmati saat-saat ini. Abi-mu masih lama pulangnya, dia lembur malam ini. kata mengerti, Safiq pun mulai memompa pinggulnya. Gerakannya begitu halus dan pelan, meski terlihat agak sedikit kaku. Maklum, masih pengalaman pertama. Tapi itu saja sudah sanggup membuat Safiq merintih keenakan, ia benar-benar cepat terbawa ke puncak kenikmatan yang belum pernah ia alami yang melihatnya jadi panik. Tahan dulu, Fiq. Tahan sebentar! bisiknya, ia tidak mau permainan ini berhenti begitu cepat. Ia baru mulai merasa apa mau dikata, jepitan kemaluan Anis terlalu nikmat bagi seorang perjaka seperti Safiq. Diusahakan seperti apapun, bocah itu sudah tak mampu lagi. Maka hanya dalam waktu singkat, Safiq pun menjerit dan kembali menumpahkan spermanya. Kali ini di dalam kemaluan Anis. Cairannya yang kental berhamburan saat Safiq ambruk menindih tubuh bugil sang bunda dengan nafas Safiq! meski terlihat kecewa, namun Anis berusaha untuk memakluminya. Ia belai punggung Safiq dengan lembut. Penis bocah itu yang masih menancap di lorong vaginanya, masih terasa berkedut-kedut, menguras segala isinya. Anis merasakan liangnya jadi begitu basah dan terus berpelukan untuk beberapa saat hingga tiba-tiba Anis menjerit kaget, Ah, Fiq! tubuh montoknya sedikit terlonjak saat merasakan penis Safiq yang tiba-tiba saja kaku dan menegang kembali. Cepet banget! pujinya gembira. Diciumnya bibir bocah itu sebagai cuma tersenyum dan kembali memperbaiki posisi. Ia sudah siap untuk beraksi. Sambil melumat bibir dan leher Anis, ia mulai menggerakkan pinggulnya. Remasan tangannya di payudara sang bunda juga kembali gencar, secepat tusukannya yang kini sudah mulai lancar dan tahan terus, Fiq. Yah, begitu! Anis yang menerimanya, merintih dan menggeliat-geliat tak terkendali. Tubuh montoknya menggelepar hebat seiring goyangan Safiq yang semakin kuat. Dengan tusukannya yang tajam, bocah itu membuat vagina Anis menegang dan berdenyut pelan, benar-benar puncak kenikmatan yang belum pernah ia alami selama enam tahun pernikahannya dengan mas Iqbal.“Fiq, ooh… oohh… terus… arghhh…” Anis sendiri terkejut oleh teriakannya yang sangat kuat. Pelan tubuhnya bergetar saat cairan kenikmatannya menyembur yang juga kesetanan terus memompakan kemaluannya berulang kali, dan tak lama kemudian ikut menggelepar. Wajahnya yang tampan menengadah, sementara kedua tangannya mencengkeram dan menekan payudara Anis kuat-kuat. Di bawah, spermanya yang kental kembali meledak di dalam vagina sang bunda, memancar berulang kali, hingga membuat rahim Anis jadi begitu basah dan Anis melenguh merasakan banyak sekali cairan kental yang memenuhi liang selesai, Safiq memiringkan tubuh sehingga tautan alat kelamin mereka tertarik dan terlepas dengan sendirinya. Tangannya kembali meremas lembut payudara Anis sambil bibirnya menciumi wajah wanita yang sangat dikasihinya ini. Anis senang dengan perlakuan Safiq terhadap dirinya.“Fiq, kamu sungguh luar biasa. puji Anis kepada putra angkatnya. Cepet banget tegangnya, padahal barusan tersenyum, Trims, Umi. Safiq senang bisa membuat Umi kamu juga nikmat kan? goda saja, Mi. Safiq lagi? tawar nggak capek? Safiq bertanya umi yang tanya begitu, sahut Anis, dan mereka tertawa berbarengan.***Sejak saat itu, hubungan mereka pun berubah. Bukan lagi seorang ibu dan anak, tetapi berganti menjadi sepasang kekasih yang selalu berusaha untuk memuaskan nafsu masing-masing. Kapanpun dan Safiq kembali meningkat, bahkan lebih dari sebelumnya. Sementara Anis, mendapat hikmah yang paling besar. Ia kini hamil, sudah jalan 2 minggu. Sudah jelas itu anak siapa, tapi sepertinya mas Iqbal tidak curiga. Malah laki-laki itu kelihatan sangat senang dan gembira, sama sekali tidak curiga saat Anis kelepasan ngomong, Selamat, Fiq, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah,
NontonFilm Semi Bokep Jepang Ibu Dan Anak Tiri Selingkuh, adalah Bercerita tentang cerita kehidupan tentang perselingkuhan dalam hubungan cinta menjadi hubungan seks dan mesum dan diharapkan untuk orang dewasa saja dalam mencari bahan imajinasi untuk mencari anak tambahan maupun untuk mempersenang isi balik celana anda hanya ada di BosCinema21.
Akumenekan nekan putting kiri ku dengan jari telunjuk ku. Uhhh rasanya kurang nikmat. Ku angkat kaos dan bra ku keatas payudara agar aku dapat menyentuh payudaraku tanpa penghalang. Ini baru nikmat. Sambil aku membaca cerita itu, semakin aku terus merangsang tubuh ku. Ku bayangkan jika yang ada dicerita itu adalah aku.
CERITADEWASA TS absurdum4197 . 21-03-2016 06:43 . Kaskuser Posts: 392. View first unread gue terpaksa harus angkat kaki dari sekolah ini. "kamu ibu kasih kesempatan untuk naik kelas." Wali kelas gue bicara. "makasih bu. Makasih banget bu." Gue mencoba merengek agar dia yakin. "iya. Asalkan kamu mau berubah, ibu kasih waktu kamu CERITADEWASA IBU MUDA CANTIK KURSUS MOBIL, Adu Ayam S128, CERITA DEWASA IBU MUDA CANTIK KURSUS MOBIL. Aku angkat pelan rok gamis panjang Mita. Aku remas-remas bokong Mita yg gempal. Terdengar desahan Mita.. "Terus masss teruuuuussss cumbu aku semau," ciuman membuatku bergairah. Sekarang posisi Mita berada dalam pangkuanku. Aku Sedikitdata tentang budhe Asih yang saya dengar cerita isteri saya. Usianya sudah kepala 5, suaminya yang sekarang adalah seorang supir bis malam antar kota, punya anak 3 orang dari suami pertama, dan 1 orang dari suami yang sekarang. Senang diajak ngobrol alias cerewet, kalo ngomong suka ceplas ceplos sehingga isteri saya sangat cocok. CeritaDewasa | Kemolekan Tubuh Dua Ibu Muda Tetangga Kamar Kosank u Ini pengalaman ketika aku masih bujang, saat itu umurku mungkin sekitar 23 tahun. Aku kost disebuah tempat yang memang diperuntukkan ahany untuk anak kost, ada sekitar 20 an kamar berjejer terdiri atas dua bangunan bertingkat 2. "Siip" kataku sambil mengangkat jempol
Iapun berhasil diikat tanganya di belakang cagak rumah sambil.mulutnya ditutup pakai kain. Sekitar setengah jam kawanan perampok ini berhasi mengambil barang - barang yang mereka inginkan. Lalu merekapun bergegas ingin meninggalkan rumah itu. Lalu merekapun kembali ke tempat Ummi Jubillah, istri Ustad Umar diikat.
VTEj.
  • lra533div1.pages.dev/167
  • lra533div1.pages.dev/118
  • lra533div1.pages.dev/462
  • lra533div1.pages.dev/179
  • lra533div1.pages.dev/202
  • lra533div1.pages.dev/412
  • lra533div1.pages.dev/6
  • lra533div1.pages.dev/53
  • cerita dewasa ibu angkat